Jumat, 20 April 2012

SOK JAGOAN

Obit baru saja masuk ke kantin sekolah ketika melihat Pepen menyambar kue di depan Reti. Reti yang asyik mengobrol dengan Dina yang duduk di sampingnya sepertinya tidak melihat kuenya raib.
“Pepen!” teriak Obit, membuat Pepen, Reti dan Dina menengok ke arahnya.
“Ada apa?” jawab Pepen sambil terus menjilati gula yang melapisi donat ditangannya.
“Kalau berani macam-macam sama anak perempuan, hadapi aku!” katanya sambil bertolak pinggang.
“Hah?” Pepen langsung berhenti mengunyah donat. Bengong. Begitu juga Reti dan Dina, wajah mereka tampak bingung.
“Reti, kamu nggak tahu kalau kuemu diambil Pepen? Makanya jangan suka keasyikan ngobrol! Kamu nggak tahu kan, kalau kuemu hilang?” Obit nyerocos.
“Kamu apa-apaan, sih, Bit? Pepen memang aku panggil karena mau kukasih kue,” jelas Reti.
“Makanya kalau mau marah lihat-lihat dulu!” sahut Pepen sambil melanjutkan makan donatnya.
Kali ini, Obit yang bengong. Ternyata dia salah duga. Dia jadi malu. Untung Pepen tidak marah, malah tertawa meledek Obit.
Bukan sekali ini saja, Obit menggertak orang. Kemarin sore saat melintas di depan rumah Raihan, dia memergoki Raihan melemparkan bola ke arah balok-balok yang baru saja selesai disusun Jeihan, adiknya. Obit langsung memarahi Raihan.
“Raihan, usil banget sih, sama adik sendiri!” teriaknya.
Raihan kaget, tapi belum sempat Raihan menjawab, Obit sudah berlari menghampiri Jeihan.
“Jeihan, kalau kakakmu usil lagi, biar nanti Kak Obit yang lawan!” katanya sambil membantu membereskan balok-balok Jeihan.
“Kakak nggak usil, kok! Kita lagi main lempar bola. Yang paling banyak merobohkan balok, dia pemenangnya” jawab Jeihan polos.
            “Oh!” Obit tersipu malu, lalu langsung ngeloyor pergi.
Teman-teman Obit jadi heran dengan sikap Obit yang mendadak berlagak jadi pahlawan.
“Kamu kenapa sih, Bit? Kok, sekarang sikapmu jadi kayak jagoan saja?” tanya Pepen penasaran. Saat itu Pepen, Arya dan Romi sedang bermain di teras rumah Obit.
“Aku memang ingin jadi jagoan yang membela siapa saja yang butuh bantuan” jawab Obit tegas.
“Bagus itu, tapi sikapmu terlalu berlebihan, Bit!” sahut Romi.
“Iya, bikin orang jadi sebel dengan gayamu!” timpal Arya sambil memonyongkan mulutnya.
“Mana sering salah, lagi…” tambah Pepen lalu tertawa.
“Eh, kalian kenapa jadi menyerang aku!” Obit teriak marah.
Om Gilang yang sedang membaca di ruang depan sampai keluar mendengar keponakannya ribut di teras.
“Obit, kenapa harus teriak-teriak, sih?”
Obit dan teman-temannya menceritakan semuanya. Om Gilang manggut-manggut sambil sesekali tersenyum.
“Obit, Om mengajari kamu bela diri bukan untuk sombong-sombongan, ya” kata Om Gilang perlahan.
Kali ini giliran teman-teman Obit yang manggut-manggut sambil tersenyum. Mereka baru paham dengan sikap Obit belakangan ini. Obit nyengir malu.
“Namanya juga bela diri, jadi digunakan hanya ketika ada yang ingin berbuat jahat pada kita. Fungsinya untuk membela diri. Bukan untuk menantang atau menyerang orang” jelas Om Gilang.
Obit memang baru seminggu berlatih karate. Om Gilang, adik papanya baru tinggal di rumah Obit karena diterima kuliah di kota tempat Obit tinggal.
Setelah menjelaskan sedikit tentang bela diri karate, Om Gilang menawarkan pada teman-teman Obit untuk ikut berlatih setiap minggu pagi. Kata Om Gilang selain untuk membela diri, karate juga bagus untuk kesehatan.
Teman-teman Obit senang sekali bisa berlatih karate bersama Om Gilang. Obit juga senang. Berlatih dengan banyak teman ternyata lebih seru dan mengasyikkan daripada sendiri. Yang jelas, sejak saat itu Obit tidak lagi bergaya sok jagoan karena sudah tahu kegunaan bela diri.
*****

Pernah Dimuat Majalah Bobo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar