Obit
baru saja masuk ke kantin sekolah ketika melihat Pepen menyambar kue di depan
Reti. Reti yang asyik mengobrol dengan Dina yang duduk di sampingnya sepertinya
tidak melihat kuenya raib.
“Pepen!”
teriak Obit, membuat Pepen, Reti dan Dina menengok ke arahnya.
“Ada
apa?” jawab Pepen sambil terus menjilati gula yang melapisi donat ditangannya.
“Kalau
berani macam-macam sama anak perempuan, hadapi aku!” katanya sambil bertolak
pinggang.
“Hah?”
Pepen langsung berhenti mengunyah donat. Bengong. Begitu juga Reti dan Dina,
wajah mereka tampak bingung.
“Reti,
kamu nggak tahu kalau kuemu diambil Pepen? Makanya jangan suka keasyikan
ngobrol! Kamu nggak tahu kan, kalau kuemu hilang?” Obit nyerocos.
“Kamu
apa-apaan, sih, Bit? Pepen memang aku panggil karena mau kukasih kue,” jelas
Reti.
“Makanya
kalau mau marah lihat-lihat dulu!” sahut Pepen sambil melanjutkan makan
donatnya.
Kali
ini, Obit yang bengong. Ternyata dia salah duga. Dia jadi malu. Untung Pepen
tidak marah, malah tertawa meledek Obit.
Bukan
sekali ini saja, Obit menggertak orang. Kemarin sore saat melintas di depan
rumah Raihan, dia memergoki Raihan melemparkan bola ke arah balok-balok yang
baru saja selesai disusun Jeihan, adiknya. Obit langsung memarahi Raihan.
“Raihan,
usil banget sih, sama adik sendiri!” teriaknya.
Raihan
kaget, tapi belum sempat Raihan menjawab, Obit sudah berlari menghampiri
Jeihan.
“Jeihan,
kalau kakakmu usil lagi, biar nanti Kak Obit yang lawan!” katanya sambil
membantu membereskan balok-balok Jeihan.
“Kakak
nggak usil, kok! Kita lagi main lempar bola. Yang paling banyak merobohkan
balok, dia pemenangnya” jawab Jeihan polos.
“Oh!”
Obit tersipu malu, lalu langsung ngeloyor pergi.
Teman-teman
Obit jadi heran dengan sikap Obit yang mendadak berlagak jadi pahlawan.
“Kamu
kenapa sih, Bit? Kok, sekarang sikapmu jadi kayak jagoan saja?” tanya Pepen penasaran.
Saat itu Pepen, Arya dan Romi sedang bermain di teras rumah Obit.
“Aku
memang ingin jadi jagoan yang membela siapa saja yang butuh bantuan” jawab Obit
tegas.
“Bagus
itu, tapi sikapmu terlalu berlebihan, Bit!” sahut Romi.
“Iya,
bikin orang jadi sebel dengan gayamu!” timpal Arya sambil memonyongkan
mulutnya.
“Mana
sering salah, lagi…” tambah Pepen lalu tertawa.
“Eh,
kalian kenapa jadi menyerang aku!” Obit teriak marah.
Om
Gilang yang sedang membaca di ruang depan sampai keluar mendengar keponakannya
ribut di teras.
“Obit,
kenapa harus teriak-teriak, sih?”
Obit
dan teman-temannya menceritakan semuanya. Om Gilang manggut-manggut sambil
sesekali tersenyum.
“Obit,
Om mengajari kamu bela diri bukan untuk sombong-sombongan, ya” kata Om Gilang
perlahan.
Kali
ini giliran teman-teman Obit yang manggut-manggut sambil tersenyum. Mereka baru
paham dengan sikap Obit belakangan ini. Obit nyengir malu.
“Namanya
juga bela diri, jadi digunakan hanya ketika ada yang ingin berbuat jahat pada
kita. Fungsinya untuk membela diri. Bukan untuk menantang atau menyerang orang”
jelas Om Gilang.
Obit
memang baru seminggu berlatih karate. Om Gilang, adik papanya baru tinggal di
rumah Obit karena diterima kuliah di kota tempat Obit tinggal.
Setelah
menjelaskan sedikit tentang bela diri karate, Om Gilang menawarkan pada
teman-teman Obit untuk ikut berlatih setiap minggu pagi. Kata Om Gilang selain
untuk membela diri, karate juga bagus untuk kesehatan.
Teman-teman
Obit senang sekali bisa berlatih karate bersama Om Gilang. Obit juga senang.
Berlatih dengan banyak teman ternyata lebih seru dan mengasyikkan daripada
sendiri. Yang jelas, sejak saat itu Obit tidak lagi bergaya sok jagoan karena
sudah tahu kegunaan bela diri.
*****
Pernah Dimuat Majalah Bobo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar