Sabtu, 21 April 2012

JERI DAN CICI

Di sebuah lembah yang hijau, hiduplah sekelompok binatang. Mereka hidup tentram dan damai. Lembah yang subur itu membuat penghuninya merasa nyaman dan hidup bahagia. Mereka bisa mendapatkan makanan dengan mudah. Tumbuhan hijau, padang rumput yang terhampar dan danau yang jernih menjadi sumber kehidupan mereka.
Lihatlah, Cici kelinci sedang berlari-lari dengan adik-adiknya di sela-sela daun wortel yang tumbuh subur. Mereka selesai menyantap makan siang mereka. Sekarang mereka tengah asyik bermain sambil menunggu petang tiba. Sementara itu, di tepi danau, tampak Koko kodok sedang asyik menangkap serangga di balik rerumputan.
Agak jauh di tempat yang lebih tinggi, Mbeki kambing dan teman-temannya sedang melahap daun mangkokan. Di dekat mereka tampak Jeri sedang berjalan perlahan sambil melihat-lihat suasana. Jeri adalah seekor jerapah yang baik hati. Teman-teman telah mengangkat Jeri sebagai penjaga lembah. Kenapa bisa begitu, ada ceritanya…
Dulu, Cici sempat memusuhi Jeri. Cici menganggap Jeri adalah binatang yang sombong. Dia tidak pernah bermain dengan binatang-binatang di lembah itu. Cici berusaha mempengaruhi teman-temannya untuk menjauhi Jeri. Jeri yang pendiam bingung dengan sikap mereka yang menjauhinya. Selama ini Jeri sebenarnya ingin bermain dengan teman-teman kecilnya. Jeri hanya tidak tahu bagaimana caranya. Tubuhnya yang menjulang tinggi sedikit menyulitkan untuk bisa bercengkerama dengan teman-temannya. Akhirnya dia memang hanya bisa berbincang dengan teman-teman jerapahnya saja.
Pada suatu hari Cici melihat Jeri berjalan agak cepat ke arah rumpun wortel tempat dia dan adik-adiknya bermain. Cici yang membenci Jeri langsung mempunyi niat jahat. Dia ingin mencelakakan Jeri. Cici tahu, Jeri selalu berjalan dengan kepala tegak dan sering tidak memperhatikan jalanan. Cici cepat-cepat mengumpulkan duri-duri bunga mawar dan memasangnya di jalanan yang akan dilalui Jeri. Cici sengaja bersembunyi, menunggu dengan harap-harap cemas saat-saat Jeri menginjak duri itu.
Benar saja, tak lama kemudian terdengar Jeri mengaduh.
“Aduh, kakiku sakit!” teriaknya.
“Hahaha… rasakan, Jeri… makanya kalau jalan lihat-lihat ke bawah!” Cici keluar dari persembunyiannya.
“Oh, Cici, cepat panggil adik-adikmu ke sini,” kata Jeri dengan gugup dan kaget karena kemunculan Cici yang tiba-tiba.
“Untuk apa? Kau mau mengadukan perbuatanku? Mereka pasti akan membelaku, Jeri!” balas Cici dengan lantang.
Jeri menundukkan lehernya, mendekat ke arah Cici. Dia tidak mempedulikan sakit di kakinya.
“Ayo, naiklah ke leherku, aku datang ke sini untuk memperingatkanmu dan adik-adikmu, di kaki lembah ada seekor harimau yang sedang menuju ke sini,” jawab Jeri dengan cepat.
Cici langsung pucat. Tapi dia masih ragu dengan kata-kata Jeri. Dia hanya berdiam diri.
“Cici, cepat panggil adik-adikmu” Jeri mulai gelisah.
Saat itulah Cici melihat Mbeki kambing berlari ketakutan menuju tempat persembunyian. Dia baru sadar kalau Jeri tidak berbohong. Cici langsung berteriak memanggil saudara-saudaranya yang masih asyik mengunyah wortel.
Adik-adik Cici langsung berdatangan. Mereka pun mengikuti perintah Cici untuk naik ke leher Jeri. Tepat disaat semua kelinci naik ke leher Jeri dan Jeri menaikkan kembali lehernya, seekor harimau muncul. Harimau itu berjalan menuju rumpun wortel. Dia memang mengincar kelinci-kelinci yang segar, dia sudah mencium baunya dari kejauhan. Tapi dia kecewa karena tidak menemui buruannya. Yang dia temui justru jerapah yang menatap tajam ke arahnya. Dia kaget saat melihat kelinci-kelinci buruannya bertengger di leher jerapah.
Tanpa berkata-kata, harimau itu membalikkan badannya lalu berjalan dengan gontai menuruni lembah. Dia berkata dalam hati, tidak akan datang lagi ke lembah itu. Bagaimana aku bisa melahap kelinci-kelinci itu kalau mereka tinggi sekali dan tak bisa dijangkau? Begitu pikirnya.
Cici dan adik-adiknya mengucapkan terima kasih pada Jeri yang telah menyelamatkan mereka. Mereka juga minta maaf telah salah menilai. Jeri ternyata tidak sombong. Dia hanya pendiam dan belum tahu cara bermain dengan teman-teman kecilnya. Cici segera mengobati luka di kaki Jeri dengan ramuan daun-daunan yang dikunyahnya. Dia menyesal telah berbuat jahat pada Jeri yang baik hati.
Sejak itu Cici mengajak teman-temannya untuk bermain dengan Jeri. Tidak hanya Cici, Koko kodok juga senang bertengger di leher Jeri. Sekarang mereka bisa melihat dunia di luar lembah. Semua penghuni lembah juga sepakat menjadikan Jeri sebagai penjaga lembah, karena Jeri adalah binatang yang pertama melihat jika ada musuh yang datang.
Sejak itulah kehidupan di lembah kembali tenang. Tak ada lagi prasangka buruk terhadap teman. Semua bersatu dan hidup dalam kebersamaan.

*****
Pernah dimuat Majalah Mombi

Jumat, 20 April 2012

SOK JAGOAN

Obit baru saja masuk ke kantin sekolah ketika melihat Pepen menyambar kue di depan Reti. Reti yang asyik mengobrol dengan Dina yang duduk di sampingnya sepertinya tidak melihat kuenya raib.
“Pepen!” teriak Obit, membuat Pepen, Reti dan Dina menengok ke arahnya.
“Ada apa?” jawab Pepen sambil terus menjilati gula yang melapisi donat ditangannya.
“Kalau berani macam-macam sama anak perempuan, hadapi aku!” katanya sambil bertolak pinggang.
“Hah?” Pepen langsung berhenti mengunyah donat. Bengong. Begitu juga Reti dan Dina, wajah mereka tampak bingung.
“Reti, kamu nggak tahu kalau kuemu diambil Pepen? Makanya jangan suka keasyikan ngobrol! Kamu nggak tahu kan, kalau kuemu hilang?” Obit nyerocos.
“Kamu apa-apaan, sih, Bit? Pepen memang aku panggil karena mau kukasih kue,” jelas Reti.
“Makanya kalau mau marah lihat-lihat dulu!” sahut Pepen sambil melanjutkan makan donatnya.
Kali ini, Obit yang bengong. Ternyata dia salah duga. Dia jadi malu. Untung Pepen tidak marah, malah tertawa meledek Obit.
Bukan sekali ini saja, Obit menggertak orang. Kemarin sore saat melintas di depan rumah Raihan, dia memergoki Raihan melemparkan bola ke arah balok-balok yang baru saja selesai disusun Jeihan, adiknya. Obit langsung memarahi Raihan.
“Raihan, usil banget sih, sama adik sendiri!” teriaknya.
Raihan kaget, tapi belum sempat Raihan menjawab, Obit sudah berlari menghampiri Jeihan.
“Jeihan, kalau kakakmu usil lagi, biar nanti Kak Obit yang lawan!” katanya sambil membantu membereskan balok-balok Jeihan.
“Kakak nggak usil, kok! Kita lagi main lempar bola. Yang paling banyak merobohkan balok, dia pemenangnya” jawab Jeihan polos.
            “Oh!” Obit tersipu malu, lalu langsung ngeloyor pergi.
Teman-teman Obit jadi heran dengan sikap Obit yang mendadak berlagak jadi pahlawan.
“Kamu kenapa sih, Bit? Kok, sekarang sikapmu jadi kayak jagoan saja?” tanya Pepen penasaran. Saat itu Pepen, Arya dan Romi sedang bermain di teras rumah Obit.
“Aku memang ingin jadi jagoan yang membela siapa saja yang butuh bantuan” jawab Obit tegas.
“Bagus itu, tapi sikapmu terlalu berlebihan, Bit!” sahut Romi.
“Iya, bikin orang jadi sebel dengan gayamu!” timpal Arya sambil memonyongkan mulutnya.
“Mana sering salah, lagi…” tambah Pepen lalu tertawa.
“Eh, kalian kenapa jadi menyerang aku!” Obit teriak marah.
Om Gilang yang sedang membaca di ruang depan sampai keluar mendengar keponakannya ribut di teras.
“Obit, kenapa harus teriak-teriak, sih?”
Obit dan teman-temannya menceritakan semuanya. Om Gilang manggut-manggut sambil sesekali tersenyum.
“Obit, Om mengajari kamu bela diri bukan untuk sombong-sombongan, ya” kata Om Gilang perlahan.
Kali ini giliran teman-teman Obit yang manggut-manggut sambil tersenyum. Mereka baru paham dengan sikap Obit belakangan ini. Obit nyengir malu.
“Namanya juga bela diri, jadi digunakan hanya ketika ada yang ingin berbuat jahat pada kita. Fungsinya untuk membela diri. Bukan untuk menantang atau menyerang orang” jelas Om Gilang.
Obit memang baru seminggu berlatih karate. Om Gilang, adik papanya baru tinggal di rumah Obit karena diterima kuliah di kota tempat Obit tinggal.
Setelah menjelaskan sedikit tentang bela diri karate, Om Gilang menawarkan pada teman-teman Obit untuk ikut berlatih setiap minggu pagi. Kata Om Gilang selain untuk membela diri, karate juga bagus untuk kesehatan.
Teman-teman Obit senang sekali bisa berlatih karate bersama Om Gilang. Obit juga senang. Berlatih dengan banyak teman ternyata lebih seru dan mengasyikkan daripada sendiri. Yang jelas, sejak saat itu Obit tidak lagi bergaya sok jagoan karena sudah tahu kegunaan bela diri.
*****

Pernah Dimuat Majalah Bobo